serangnews.com SIMALUNGUN – Proyek perkerasan rabat beton bersumber dari Dana Desa tahun 2025 di Nagori Marihat Butar, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, kembali menambah daftar pekerjaan infrastruktur desa yang patut dipertanyakan. Dengan anggaran mencapai Rp128 juta, proyek yang seharusnya menjadi fasilitas jalan bagi warga justru dinilai dikerjakan asal-asalan, tidak transparan, dan penuh kejanggalan di lapangan.
Proyek dengan volume 100 x 3,5 x 0,15 meter itu berlokasi di Huta I Marihat Butar. Hasil pengecekan menunjukkan ketebalan rabat beton jauh dari spesifikasi. Saat diukur, sebagian titik hanya memiliki ketebalan 0,12 meter hingga 0,13 meter. Padahal dalam RAB tercantum ketebalan 0,15 meter.
Ketidaksesuaian ini jelas berpotensi merugikan kualitas bangunan, mengingat rabat beton yang lebih tipis dari standar akan mudah retak dan tidak bertahan lama.
Selain ketebalan yang tidak merata temuan di lapangan ada 13cm tidak sesuai di plank, kondisi fisik rabat beton juga memprihatinkan. Sejumlah titik ditemukan sudah mengalami keretakan, bahkan ada bekas tambal sulam. Fakta ini mengindikasikan proses pengerjaan tidak maksimal.
Kekurangan volume plastik sebagai lapisan penguat coran pun kian memperkuat dugaan rabat beton tersebut tidak memenuhi standar teknis. Akibatnya, hasil coran diragukan kekuatannya dan dikhawatirkan cepat rusak.
Aspek transparansi juga jadi sorotan. Plank proyek yang seharusnya dipasang di lokasi secara jelas justru hanya ditempel seadanya di batang pohon kelapa, berukuran kecil, dan sulit dibaca. Lebih parah lagi, prasasti permanen yang wajib dipasang sebagai bukti kegiatan bersumber Dana Desa 2025 hingga kini tak kunjung terlihat.
Padahal, sesuai aturan Kementerian Desa, setiap pembangunan yang menggunakan Dana Desa wajib dilengkapi papan informasi dan prasasti agar masyarakat bisa mengawasi jalannya anggaran.
Upaya konfirmasi dilakukan wartawan dengan mendatangi kantor Pangulu Nagori Marihat Butar. Namun, sang Pangulu Sukander tidak berada di tempat. Salah seorang perangkat desa bahkan mengaku tidak mengetahui keberadaan pimpinan nagori tersebut. Sikap bungkam ini menimbulkan pertanyaan: ada apa sebenarnya di balik proyek bernilai ratusan juta ini?
Fakta di lapangan ini mengindikasikan lemahnya pengawasan baik di tingkat nagori, kecamatan, maupun kabupaten. Dana Desa yang setiap tahun digelontorkan pemerintah pusat untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat seharusnya diawasi ketat agar tidak disalahgunakan.
Jika proyek senilai Rp128 juta saja hasilnya sudah amburadul, wajar bila masyarakat mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran di nagori tersebut.
Sejumlah warga berharap agar aparat pengawas internal pemerintah, inspektorat kabupaten, hingga aparat penegak hukum turun langsung melakukan audit terhadap proyek ini. Bila terbukti terjadi penyimpangan anggaran, maka pihak-pihak terkait, termasuk Pangulu Nagori, harus dimintai pertanggungjawaban.
Dana Desa adalah uang rakyat, bukan milik segelintir orang. Setiap rupiah harus digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk proyek asal jadi yang menguntungkan pihak tertentu.(RG)